Dwi Naraya—sebuah puisi cair dari dua dataran tinggi yang berjauhan, namun saling memanggil lewat aroma tanahnya.
Made from 100% Arabica coffee, uniting two exceptional single origins of Indonesia Tasting notes: harmoni yang tak terjadi setiap hari— pertemuan antara gelap yang lembut dan terang yang berbisik. Aroma: soft herbal and gentle spice notes combine with citrus blossom, lemongrass, and sweet orange peel fragrance. Subtle hints of floral nectar and brown sugar create a balanced aromatic lift. Flavor: deep, earthy sweetness, brown sugar, dark chocolate, dried dates combine with lively citrus, green apple, and light tropical brightness; both converge into a flavor profile that feels layered, structured, and gently evolving with every sip. Body: Medium to full body—smooth, rounded, and velvety, while maintaining the buoyant, clean texture Acidity: bright yet grounded, lively but never sharp acidity. Aftertaste: Long, clean, and elegant. The cup finishes with a combination of earthy sweetness, cocoa warmth, and a trail of sweet lemon and jasmine that lingers softly.
Ini bukan sekadar kopi—ini adalah perjumpaan dua dunia. Ketika keduanya bertemu, mereka menciptakan puisi cair: sehangat senandung bumi, sesegar fajar di ketinggian, selembut langkah angin yang pulang ke rumah.
Di TGC, setiap kopi punya jiwa—karakter yang memelukmu dengan caranya sendiri. Dan Dwi Naraya adalah kisah tentang dua kekuatan yang berbeda, namun saling melengkapi: penuh kedalaman, namun tetap bercahaya; kuat, namun tetap lembut; tegas, tetapi tidak pernah kehilangan keanggunannya.
Mungkin di antara tegukannya, kamu akan menemukan sesuatu tentang dirimu sendiri— bahwa harmoni paling indah sering lahir dari pertemuan yang tak pernah kita duga.
Jadi… apakah ini kopi yang memanggil namamu?
Untuk memudahkan mengingat jenis kopi yang Anda sukai ini, TGC mem-visual kan kopi ini sebagai seorang pujangga dari Inggris bernama Bliss, terinspirasi oleh Shakespeare dengan berbagai karyanya yang me-legenda.
Arunika dari Timur adalah persembahan alam, kisah tentang pagi yang tak pernah berhenti lahir kembali — setiap tegukan adalah cahaya yang menyalami jiwa.
Arunika bukan sekadar kopi dari timur, tapi lambang keseimbangan antara unsur bumi dan langit. Ia tumbuh di tanah vulkanik yang kuat, namun diracik dengan kepekaan tangan manusia. Arunika adalah cahaya yang menegaskan: keindahan kopi tak hanya pada rasa, tapi pada perjalanan setiap bijinya menuju pagi.
Di lereng Puncak Megasari, ketika kabut masih menari di atas tanah vulkanik, matahari pertama dari Timur menembus daun-daun kopi — menghadirkan Arunika, cahaya yang menyalakan kehidupan.
Dari tanah yang bernapas api, tumbuh cita rasa yang lembut namun berkarakter. Di setiap bijinya, bumi menyimpan rahasia keseimbangan: antara panas dan embun, antara kekuatan dan keheningan.
Arunika dalam bahasa sansekerta berarti cahaya pagi pertama yang membelah kabut, mewakili awal yang baru, fermentasi yang hidup, dan aroma tajam yang membangunkan rasa. Timur sederhana tapi berkarakter. Cocok untuk kopi yang punya energi pagi, tajam, cerah timur — identitas geografis dan simbolik — tempat matahari lahir, tempat kopi ini tumbuh: di tanah vulkanik yang hangat dan subur dari Puncak Megasari, Ijen.
ARUNIKA ANAEROB – seperti cahaya pertama yang menembus kabut pagi Origin: Puncak Megasari, Ijen Highlands, East Java Altitude: 1.550m ASL Variety: Java Grade: Specialty Process:Anaerob Tasting notes: Like the first light breaking through the morning mist — gentle, bright, and full of quiet warmth Aroma: tropical Floral, brown sugar, and dried fruit Flavor: Red berries, prune, honey, and warm spice hint Body: Lush & round. Acidity: Bright, like sunrise citrus. Aftertaste: long, winey and caramelized fruit. Character: Complex and expressive
ARUNIKA NATURAL – seperti mentari yang naik perlahan dari ufuk timur Origin: Puncak Megasari, Ijen Highlands, East Java Altitude: 1.550 m ASL Variety: Java Grade: Specialty Process: Natural classic Tasting notes: Like the sun rising gently from the eastern horizon — warm, bright, and full of quiet promise Aroma: Chocolate, cane sugar, ripe fruit Flavor: Plum, dried fig, dark chocolate. Body: Bold and creamy. Acidity: Medium, soft brightness. Aftertaste: Sweet lingering, earthy-smooth. Character: Warm & calming
Coming soon : ARUNIKA – seperti pagi yang baru saja terlahir Origin: Puncak Megasari, Ijen Highlands, East Java Altitude: 1.550 m ASL Variety: Java Grade: Specialty Process: Washed Tasting notes: Like the first breath of a newborn morning — gentle, pure, and full of quiet wonder Aroma: Floral, citrus zest, and nutty sweet. Flavor: Lemon candy, brown sugar, jasmine. Body: Medium clean. Acidity: Bright and elegant. Aftertaste: Clean, crisp, refreshing. Character: Clean and energized
Karena setiap kopi punya asal, dan setiap rasa punya jiwa yang menjaganya, TGC mem-isual kan kopi ini sebagai GIA. Seorang dewi yang tergambarkan membawa tongkat dengan merak jawa di atas nya. Diambil dari nama Italia, yang berarti “god is gracious”; terinspirasi dari dewi Yunani yang sudah ada sejak abad ke 2 SM, karakter bernama Gia.
Di TGC, kami percaya bahwa kopi bukan sekadar rasa — tapi juga perasaan. Dengan begitu banyak kopi langka dari seluruh dunia, kami menciptakan “karakter” untuk membantu kamu mengingat cita rasa dan jiwa dari masing-masing kopi.
Sama seperti tokoh favoritmu dalam buku atau film, kamu akan terus kembali pada karakter yang paling menyentuh hatimu. Jadi… udah ketemu kopi favoritmu?
Ada banyak metode pasca panen kopi yang cukup populer di dunia kopi, terutama untuk menghasilkan karakter rasa berbeda. Berikut yang utama:
1. Washed Process (Fully Washed / Proses Basah)
Cara kerja:
Buah kopi matang dipetik.
Kulit luar dilepas (pulping).
Biji difermentasi 12–48 jam untuk meluruhkan mucilage.
Dicuci bersih hingga lendir hilang.
Biji dengan kulit tanduk dikeringkan hingga kadar air ±10–12%, lalu kulit tanduk dilepas (hulling).
Durasi pengeringan: 7–14 hari.
Karakter rasa: Bersih, cerah, acidity jelas. Taste lebih konsisten, karena prosesnya sangat terkontrol.
2. Honey Process
Disebut “honey” bukan karena pakai madu, tapi karena tekstur lengket mucilage.
Memberikan rasa lebih manis, body kental, dan aroma buah yang kompleks.
Cara kerja:
Buah kopi matang dipetik.
Kulit luar dilepas, mucilage dibiarkan menempel sebagian atau seluruhnya.
Biji dikeringkan dengan mucilage (lengket seperti madu) selama 7–20 hari.
Setelah kering, kulit tanduk dilepas.
Varian:
Yellow Honey – sedikit mucilage, kering cepat.
Red Honey – mucilage sedang, rasa lebih manis dan fruity.
Black Honey – mucilage banyak, kering lama, rasa intens.
Karakter rasa: Manis, body kental, fruity.
3. Natural Process (Dry Process)
Cara kerja: Buah kopi dikeringkan utuh (kulit, lendir, dan biji masih menyatu) di bawah matahari ±20–30 hari, lalu kulit dan daging buah dilepas setelah kering.
Karakter rasa: Sangat fruity, manis, kadang winey atau fermenty.
4. Wet-Hulled Process (Giling Basah )
Umum di Indonesia dikenal sebagai proses semi-washed
Origin: San Marcos, Guatemala 100% arabica coffee Tasting notes: Mixed berries, tropical fruis, white tea Process: Natural Variety: Gesha
Ringan langkahnya, cerah jiwanya — Lunaria menari bersama kelopak bunga dan angin sepoi. Manisnya lembut, energinya ceria — seperti taman bunga setelah hujan reda. Setiap tegukan menghadirkan kejutan baru. Ia adalah rasa ingin tahu yang sedang mekar.
Lunaria adalah inspirasi pagimu — menyegarkan, bersinar, dan tak terlupakan.
Untuk memudahkan mengingat jenis kopi yang kamu sukai ini, TGC mengelompokkan-nya kedalam karakter VIDESHA – dalam bahasa sansekerta विदेश berarti “luar negeri” atau “negara lain”. TGC mem-visual-kan karakter kopi ini dengan sebuah jam antik. Jam ini jarumnya tidak bergerak, inspirasi untuk tagline TGC: “time stops in a cup of coffee, so enjoy!” serasa waktu berhenti saat menikmati secangkir kopi TGC
Di TGC, kami percaya bahwa kopi bukan sekadar rasa — tapi juga perasaan. Dengan begitu banyak kopi langka dari seluruh dunia, kami menciptakan “karakter” untuk membantu kamu mengingat cita rasa dan jiwa dari masing-masing kopi.
Sama seperti tokoh favoritmu dalam buku atau film, kamu akan terus kembali pada karakter yang paling menyentuh hatimu. Jadi… udah ketemu kopi favoritmu?
Coffee first arrived in Guatemala in the 18thcentury with Jesuits to the monasteries of Antigua. Estates began to spread over the following 150 years, primarily owned by European colonists. The country gained independence in 1821, and coffee production soared, making Guatemala an important coffee producer. The Agrarian Reform Law was passed in 1952, redistributing the land of 1,700 estates to nearly 500,000 locals and indigenous peoples. However, a civil war ensued for 36 years, hindering coffee production.
Soon, coffee regained its prominence, and Guatemala is now home to some exceptional coffees. A quarter of the population are in some way involved with growing or processing coffee.
Finca El Platanillo is 347 hectares of coffee trees and native forests. Stuardo has strived to find the perfect balance between preserving the natural ecosystems and producing excellent quality coffee. He carefully monitors the flora and fauna of the farm, including the soil health, to ensure this balance is maintained. The farm has been Rainforest Alliancecertified since 2005, truly pioneering the certification in guatemala.
There is a community of people living onthe farm who have their own gardens, growing their own vegetablesthanks to the prosperous seven natural springs deep within El Platanillo
in 1992, the Coto family opened their own dry mill and Su Beneficioto process and ship their own coffee. Finca El Platanillo primarilygrows Catuai, Caturra, and Sarchimorwith various experimental plots such as this Geisha lot. There isalso a varietal garden of 150 different varietals to understand which will fare better in the climate of the farm.
During the harvest, once the cherries reach peak ripeness, they are carefully handpicked and delivered to the wet mill to be sorted. After the underripe and overripe cherries are removed, the coffee is evenly dispersed on raised beds to dry in the open sun for 30 –35 days. Within the first three days, the cherries are moved three times per hour, then moved every half hour from dayfour to seven, and from day eight onwards, the cherries are moved every hour until drying is complete. This ensures an even drying and prevents the growth of mould. The natural process is utilized at Finca El Platanillo to preserve water and be more environmentally friendly. Once the cherries reach the ideal moisture content, they are transported to the dry mill to be hulled and prepared for export.
Quality is of utmost importance at Finca El Platanillo,andthey have a quality control team led by Stuardo’s son, Samuel, to understand how to attain a high-qualitycup without using too many resources. The farm has also started working with the Anacafé(national coffeeorganization in Guatemala) socialarm, Funcafe, to create Bachillerato en Ciencias y Letras con Diplomado en Café, an educational programto teach students about coffee production. El Platanilloand its sister farm, El Panorama, host students, providing them with housing and classes about coffee. Some graduates of this program have gone on to work for the Coto family’s farms
Platanillo cares deeply about its employees and the families living within the farm. A grade school was constructed in 1978 to teach the children of the staff, and in 2002, the Nuevo Platanillo Schoolwas opened to educate children at the farm and from surrounding communities. Thanks to the support of donors and the Coto family, the school now has a fully functioning computer lab with internet to teach children of all age levels
Isadora — Dia berjalan dengan penuh misteri dan percaya diri, diselimuti oleh beludru dan mimpi. Isadora begitu berani namun tetap anggun — parfumnya adalah aroma dark ceri, suaranya seperti dengung lembut musik jazz di larut malam. Seperti anggur merah yang lembut, kehadirannya terus membekas. Gesha ini seperti sebuah pelarian, sempurna bagi mereka yang mencari kedalaman dan romansa dalam setiap tegukan. Secangkir Isadora terasa seperti cahaya bulan yang mengalir dalam gelas anggur tua.
Untuk memudahkan mengingat jenis kopi yang kamu sukai ini, TGC mengelompokkan-nya kedalam karakter VIDESHA – dalam bahasa sansekerta विदेश berarti “luar negeri” atau “negara lain”. TGC mem-visual-kan karakter kopi ini dengan sebuah jam antik. Jam ini jarumnya tidak bergerak, inspirasi untuk tagline TGC: “time stops in a cup of coffee, so enjoy!” serasa waktu berhenti saat menikmati secangkir kopi TGC
Di TGC, kami percaya bahwa kopi bukan sekadar rasa — tapi juga perasaan. Dengan begitu banyak kopi langka dari seluruh dunia, kami menciptakan “karakter” untuk membantu kamu mengingat cita rasa dan jiwa dari masing-masing kopi.
Sama seperti tokoh favoritmu dalam buku atau film, kamu akan terus kembali pada karakter yang paling menyentuh hatimu. Jadi… udah ketemu kopi favoritmu?
Lot ini terbuat dari varietas Gesha dan diproses dengan metode Natural. Setelah buah kopi dipetik dengan tangan dengan hati-hati ketika mencapai kematangan puncaknya, mereka dibawa ke wet mill di lokasi. Buah kopi kemudian menjalani fermentasi selama 72 jam.
Selanjutnya, mereka ditempatkan secara merata di atas tempat pengeringan untuk dikeringkan dalam kondisi terkendali selama 40 – 45 hari. Suhu dan kelembapan relatif dipantau dengan hati-hati selama periode ini untuk memastikan suhu tidak melebihi 25°C. Setelah pengeringan selesai, kopi dikemas dan disimpan sebelum hulling dan disiapkan untuk ekspor.
Kopi pertama kali tiba di Peru pada abad ke-18, namun jumlahnya sangat sedikit dan tidak diekspor hingga abad ke-19. Kemudian, pada akhir abad tersebut, selama wabah penyakit Karat Daun Kopi di Indonesia, orang Eropa memutuskan bahwa Peru akan menjadi negara yang ideal untuk menanam lebih banyak kopi. Seiring waktu, orang Inggris memperoleh lebih dari 2 juta hektar tanah setelah Peru gagal membayar utang. Dengan demikian, peternakan kopi yang luas mulai berkembang. Seiring waktu, peternakan-peternakan tersebut dibagi dan dijual kepada penduduk lokal setelah Perang Dunia, memberikan kesempatan kepada orang-orang pribumi yang bekerja di peternakan untuk memiliki tanah mereka sendiri. Namun, pertanian kopi tidak terstruktur dengan baik, yang mengakibatkan jalan yang buruk dan petani tidak tahu cara memproses dan menjual kopi mereka.
Setelah tanah direbut kembali oleh pemerintah Peru, dan penduduk lokal mulai mengelola peternakan mereka, produksi kopi segera berkembang. Koperasi dibentuk untuk membantu petani dalam proses dan pemasaran, meskipun tidak tanpa perjuangan. Dibutuhkan waktu bagi kopi untuk stabil setelah krisis ekonomi, peperangan, dan gejolak politik. Petani kopi Peru juga tidak memiliki akses ke pestisida, pupuk, atau agrokimia lainnya, sehingga Peru menjadi eksportir terbesar kopi Arabika organik. Saat ini, kopi tumbuh terutama di tiga wilayah Peru: Amazonas, San Martín, dan Chanchamayo di sepanjang lereng timur Pegunungan Andes. Produsen kecil perlahan-lahan bergabung dengan koperasi untuk menjual kopi mereka ke pasar internasional.
Lot kopi ini berasal dari ketinggian tinggi di wilayah Amazonas, Peru, dari Pegunungan Ayuyus di Finca Los Santos. Farm ini telah menanam kopi sejak tahun 1941, dan keluarga Santos telah selalu berdedikasi untuk menanam kopi yang luar biasa selama beberapa generasi. Saat ini, peternakan ini dikelola oleh generasi ketiga dari keluarga tersebut.
Tanah di peternakan ini kaya akan bahan organik berkat pemangkasan dan penyiangan yang terus menerus dilakukan di peternakan. Pisang, singkong, dan jagung juga tumbuh di Finca Los Santos untuk memberi makan keluarga dan pekerja. Tidak ada pestisida atau herbisida yang diterapkan di peternakan ini, menggunakan metode organik untuk melawan hama dan penyakit. Saat ini, Finca Los Santos menanam varietas Catimor, Caturra, Bourbon, dengan lot-lot baru dari Pacamara, Gesha, dan Bourbon.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.